Inilah 3 Kilang Raksasa Biodiesel Sawit Milik Indonesia

Pertamina sendiri telah memiliki 3 kilang yang memproduksi biodiesel solar sawit,3 kilang ini diantaranya kilang Plaju, kilang Dumai, dan kilang Cilac
Please wait 0 seconds...
Scroll Down and click on Go to Link for destination
Congrats! Link is Generated

 

Inilah 3 Kilang Raksasa Biodiesel Sawit Milik Indonesia

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Direktorat Jenderal energi baru terbarukan dan konservasi energi telah menyelesaikan rangkaian uji coba biodiesel 35 atau B35 dan mulai di implementasikan secara Nasional mulai 1 Februari 2023.

Diharapkan B35 dapat menjadi alternatif bahan bakar yang lebih ramah energi. Hal ini di dukung dengan hadirnya tiga gelang solar sawit milik Pertamina.

Penasaran detailnya seperti apa ?

Sebelum membahas tentang kilang solar sawit milik Pertamina baiknya kita tahu apa itu solar sawit atau biodiesel klik disini.

PT Kilang Pertamina Internasional merupakan anak perusahaan PT Pertamina yang menjalankan jenis utama Pengolahan minyak dan Petrokimia, sesuai dengan prinsip environmental, social, and governance (ESG).

Green Refinery merupakan salah satu inisiatif pengolahan bahan bakar minyak yang ramah lingkungan menjadi melstone, hal ini juga menjadi bukti nyata Pertamina untuk mendukung pencapaian target netzero emission 2060.

Pertamina memiliki roadmap pengembangan kilang yang mengacu pada rencana umum energi nasional, dimana kebutuhan produk BBM diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2040 mendatang.

Baca juga : Kabar Terbaru 7 Mantan Aspri Hotman Paris

Berdasarkan riwayat map pengembangan Kilang Pertamina disusun berdasarkan sebagai berikut :

  1. Kapasitas pengolahan dari 1,05 juta BPD menjadi 1,4 juta BPD.
  2. Produksi BBM dari 700 KBPD menjadi 1,2 juta BPD.
  3. Produksi Petrokimia 1,6 juta ton per Annum menjadi 7,4 juta ton per Annum.

Hal tersebut juga terus mendukung kebutuhan BBM khususnya produksi solar dan avtur yang sebelumnya diproduksi dari dalam negeri dan menurunkan impor produk gas lain dari 60% menjadi sekitar 25%.

Pertamina sendiri telah memiliki 3 kilang yang memproduksi biodiesel solar sawit, 3 kilang ini diantaranya kilang Plaju, kilang Dumai, dan kilang Cilacap.

Direktur Utama Kilang Pertamina internasional atau KPI Taufik Aditawarman mengatakan "KPI dalam mendukung transisi energi Tengah mendorong pembangunan Green refinery untuk memproduksi biofuel.

Di lansir dari laman pertamina.com sejak tahun 2020 lalu Pertamina melalui kilang dumai telah berhasil menghasilkan D100 adalah istilah untuk 100% green diesel yang diolah dari minyak sawit dengan katalis.

Saat ini telah ada Biore Cilacap dengan produksi 3000 barrel biodiesel per hari dengan bahan baku berasal dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO).

Ke depan KPI juga akan menjajaki perluasan produksi green diesel hingga ke kilang Plaju dengan produksi 20.000 bph serta lancar di naikkan menjadi 60.000 bph.

Biodiesel sebenarnya sudah ramai di perbincangkan dan juga dikembangkan dengan serius oleh para peneliti dunia di era 1970-an.

Hal ini picu munculnya bahan bakar alternatif pun semakin masif dikembangkan ketika disadari kalau energi fosil dapat memberi pengaruh buruk bagi lingkungan melalui nilai emisinya, serta mengingat sifatnya yang tak dapat diperbaharui. 

Di Indonesia sendiri reset terkait penggunaan biodiesel mulai berkembang sejak 1990-an, peneliti Indonesia melakukan riset untuk biodiesel dari berbagai bahan baku seperti kelapa sawit, minyak jelantah, jarak pagar, dan minyak nabati lainnya.

Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia,  dan Institut Teknologi Bandung menjadi institusi awal yang meneliti biodiesel, meski sejak DKD 1990-an hingga pertengahan 2000-an telah dilakukan serangkaian riset dan uji coba, pengembangan hingga 2005.

Tahun 2005 bisa dikatakan menjadi titik balik perjuangan pengembangan biodiesel di Indonesia, saat itu Indonesia menghadapi nilainya dimana sehingga bahan bakar minyak naik lebih dari 100%, mencapai US$ 148 per barel dari sebelumnya US$ 60 per barel, demi menjaga devisa pemerintah mencari bahan bakar alternatif.

Pada tahun 2008 pemerintah mengatur penggunaan biodiesel sebagai mandatori dengan menerbitkan peraturan menteri SDM nomor 32, tentang penyediaan pemanfaatan dan tata niaga bahan bakar nabati sebagai bahan bakar lain.

Baca juga : Inilah Proyek Migas Raksasa Malaysia Yang Ada di Indonesia

Inilah yang menjadi mandatori awal pemanfaatan biodiesel, dalam aturan tersebut penggunaan campuran biodiesel direncanakan akan bertahap hingga maksimal 20% pada tahun 2025.

Penggunaan campuran biodiesel tersebut diterapkan pada sektor rumah tangga, transportasi PSO - non PSO industri, komersial serta pembangkit listrik.

Meski mandatori dalam campuran solar baru ditetapkan pada Oktober 2008, namun penggunaan biodiesel sebagai campuran solar telah berjalan sejak 2006 dengan campuran biodiesel 5% 

Memasuki tahun 2023 situasi pasar minyak sawit dengan acuan CPO Rotterdam menunjukkan tren penurunan, tren harga minyak sawit sendiri diprediksi tidak akan setinggi periode sebelumnya, ini akan berimbas pada harga TBS petani sawit yang juga akan mengalami penurunan.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyampaikan bahwa penggunaan campuran hpi vegetable oil dan evo dalam program biodiesel 35% dan B35 akan membuat konsumsi bahan bakar lebih hemat.

Pasalnya kandungan kalori yang terdapat dalam hpi lebih tinggi daripada BD selain menyebabkan proses pembakaran menjadi lebih hebat. 

Direktur General Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian SDM Dadan Kushina menyebut bahwa "pemanfaatan program b35 dengan pencampuran 65% BBM solar, 30% Faty Achid Methyl Esters atau FAME, dan ditambah 5% HVO, memang memungkinkan secara teknis. Walau harga HVO masih tergolong mahal untuk saat ini"

Dengan demikian pemerintah optimis bahwa program mendatory B35 dapat menular respon positif menteri SDM Arifin Tasrif mengatakan "B35 dapat mengurangi impor solar dan di proyeksikan dapat menghemat devisa hingga 161,25 triliun, dan juga mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 34,9 juta ton CO²".

Posting Komentar

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.